Jumat, 26 Desember 2008

Evaluasi Bambang DH dan Arif Afandi tahun 2008

Surabaya-Kinerja Pemkot Surabaya sepanjang tahun 2008 tidak lebih baik dibanding kinerja tahun 2006 maupun 2007. Evaluasi kinerja hingga awal Desember 2008 -- menjelang tutup tahun anggaran 2008 pada 20 Desember -- berbagai proyek pembangunan fisik di 24 SKPD (Satuan Kegiatan Perangkat Daerah), utamanya pada penyerapan proyek-proyeknya terekam sekitar 58 persen dari total alokasi anggaran pembangunan lebih kurang Rp 900 miliar. Kondisi seperti itu menyiratkan buruknya pengelolaan manajemen kota Surabaya oleh Walikota Surabaya. Apa dampak dan pengaruhnya terhadap kehidupan kota Surabaya? Simak dan ikuti catatan berikut ini. Pertumbuhan APBD Kota Surabaya dari tahun ke tahun terjadi tren peningkatan. Tahun 2006 nilai APBD sekitar Rp 2,3 triliun melonjak menjadi Rp 2,7 Triliun tahun 2007 dan meroket menjadi Rp 3,19 pada tahun 2008 setelah PAK (Perubahan Anggaran Keuangan). Dari perbandingan angka APBD itu pertumbuhan ekonomi kota Surabaya melonjak dari 6,2 menjadi 6,5 persen dan disebut -sebut terbaik di Jawa Timur. Malahan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tahun 2008 sebesar Rp 273 triliun/tahun. Dari data itu menyiratkan kualitas perekonomian Surabaya luar biasa, sepertinya kesejahteraan melingkupi warga kota yang berpenduduk 2,912 juta jiwa yang merupakan data terakhir Dinas Kependudukan Kota Surabaya. Lalu bagaimana keadaan sebenarnya di lapangan? Kita bersama memahami bahwa kota Surabaya dikelola oleh manajer yang bernama Walikota Surabaya. Sebagaimana UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda, Walikota adalah unsur penyelenggara pemerintahan di daerah, dan dia mendapat otoritas penuh mengelola keuangan daerah sekaligus mempertanggungjawabkan penggunaannya, baik untuk belanja rutin, belanja modal, dan pengalokasian dana hibah ke berbagai lembaga yang dianggap kredibel menurut perundangan. Mengalokasikan dana APBD triliunan rupiah itu, digagas perencanaan bugeting yang berbasis internet. Dengan perubahan perilaku itu diharapkan tereliminasi pertemuan orang dengan orang sehingga dapat dicegah kolusi dan nepotisme, di samping ada misi lain yaitu upaya mempercepat pekerjaan. Berangkat dari gagasan itu maka perencana kota yang ahli di bidang teknologi informasi (TI) merumuskan pola kerja berbasis internet dengan mengedepankan kemudaan seperti E Bugetting, E Project, E Procurment, E Delivery, E Controll dan E Performance. Sistematika kerja yang konprehensif itu diteruskan ke tengah masyarakat termasuk kepada para pengguna dan pemetik manfaat proyek-proyek. Di tengah perjalanan pelaksanaan E-E menghadapi kendala sangat teknis. Sebagai besar kepada dinas, badan, bagian, bahkan kepala bidang sampai kepala subdin dan seksi-seksi gagap teknologi informasi. Lebih celaka lagi, sebagian besar rekanan sebagai pemetik manfaat proyek-proyek cenderung berperilaku manual. Nuansa kerja yang tidak berbading lurus antara kenyataan dengan program mengakibatkan ketimpangan yang luar biaya di lingkungan Pemkot Surabaya. Akibat buruknya sejumlah proyek fisik telah dikerjakan oleh rekanan tetapi laporan administrasinya mengalami perubahan berkali-kali, bahkan banyak yang memakan waktu sampai 60 hari kerja. Lebih menyedihkan, banyak kepala dinas, badan, dan bagian tidak dapat menyelesaikan laporan keuangan dan akhirnya ditolak oleh bagian keuangan akibat salah nomenkaltur, kode rekening, bahkan tidak sesuai antara pelaporan di internet dengan bukti hard copynya. Otomatis anggaran yang ditetapkan tidak dapat dicairkan sesuai waktunya. Ribuan proyek fisik dan nonfisik tersendat, bahkan harus terpaksa dipindahkan ke alokasi anggaran tahun 2009. Apa akibat buruknya? Yang pasti gagal penyerapan ribuan proyek fisik itu menyebabkan banyak kalangan profesional baik di bidang property, pengadaan peralatan kerja, dan jasa lainnya tidak mendapatkan pekerjaan, yang otomatis dalam tahun berjalan 2008 tidak tersedia lapangan kerja utamanya dalam bentuk padat karya. Dampak buruk langsungnya, banyak warga kota Surabaya dari kalangan pengangguran dan keluarga miskin tidak dapat diberdayakan. Dengan demikian kuantitas dan kualitas kemiskian di Surabaya semakin meninggi. Walikota Surabaya gagal meredam angka kemiskinakan kota? Pengangguran PNS Di sisi lain, tingginya persentase gagal proyek fisik di berbagai SKPD tahun 2008 menyiratkan tingginya angka pengangguran tidak kentara di kalangan PNS Pemkot Surabaya. Dalam kasus ini jelas-jelas negara dirugikan, karena dari dimensi pemberdayaan SDM PNS telah ditetapkan ukuran standar minimal kelayakan kinerja dalam pelayanan kepada publik. Mendasarkan kualitas perekonomian kota tahun 2008 dibanding dengan kinerja Pemkot tahun anggaran 2006 dan tahun anggaran 2007, dapat disimpulkan bahwa performance Pemkot Surabaya tahun semakin memprihatinkan saja. Masalahnya SKPD-SKPD seperti Dinas Tata Kota dan Permukiman, dalam penyerapan proyek fisik sampai awal Desember tahun 2008 hanya sampai pada tataran 40 persen atau jauh lebih buruk dibanding tahun 2007 yang sekitar 85 persen. Di Dinas Pendidikan Kota Surabaya serapan proyek fisiknnya pada kisaran 50 persen atau lebih buruk dibanding tahun 2007 yang sekitar 80-an persen. Sementara di Dinas Pertamanan penyerapan proyek fisik tahun 2008 sekitar 65 persen atau lebih buruk dibanding tahun 2007 yang mencapai 90-an persen, namun di Dinas PU Bina Marga Pematusan penyerapan proyeknya mencapai 85 persen meskipun tidak lebih baik dibanding penyerapan proyek tahun 2007. Lebih runyam di 10 bagian yang berada di bawah Sekkota, menghadapi persoalan serupa akibat banyak pekerjaan terkendala implementasi teknologi informasi berbasis internet. Sepanjang tahun 2008 Pemkot Surabaya menerapkan pola kerja berbasis teknologi informasi meskipun realitasnya sebagian besar PNS masih berperilaku manual. Namun sekitar 18.000-an PNS, termasuk di kelurahan dan kecamatan, dipaksa menghadapi sistem akuntasi berbasis teknologi internet yang cenderung kompleks. Misalnya mereka dihadapkan pada sistem administrasi berbasis internet seperti E Bugetting, E.Project, E.Procurment, E.Delivery, E.Controll, dan E.Performance, yang kesemuanya ternyata tidak tersinkronisai secara konprehensif. Menyedihkan memang. Akibatnya nuansa kerja di lingkungan Pemkot Surabaya amburadul. PPKm (Pejabat Pembuat Komitmen) dan PPTk serta tim tidak dapat bekerja dalam format E Project, E Procurment, bahkan dalam E Performkance sekalipun. Muncul sikap egoisme sektoral yang memang bibit penyakit orang seorang pejabat di lingkungan Pemkot Surabaya sejak puluhan tahun lalu. Kini penyakit gagap teknologi dan egoisme menyatu, lingkungan kerja Pemkot Surabaya kian nestapa, dan akhirnya kesemua masalah itu terakumulasi pada prestasi ketidakmampuan Walikota Bambang Dwi Hartono dan Wawali Arif Afandi mengelola Pemkot Surabaya.(Tabloid Sapujagat.foto via detik.com )

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wah, sampeyan ini hebat Bung, harusnya kecerdasan anda ini dapat dimanfaatkan untuk bangsa yang sedang sakit ini.

Walikota Bambang DH perlu sampeyan ajak omong, supaya dibayar biaya pembangunan proyek Ps Turi, dikembalikan berdasarkan kontrak Permandian Brantas, patuh hukum dan menghargai kontrak, jangan jadi diktator kalau tidak kuat benar, nanti baliknya berat kalau Bambang DH mau "hebat kamulfalse" dst. sekarang ini kasihan beliau dikeroyok publik sampai babak belur ? kenapa begitu banyak pihak mau menyeret walikota kepenjara ? ada apa sampai walikota dimusuhi begitu? apa yang diperbuat Bambang DH ?

Bilaperlu sampeyan itu mencalonkan diri jadi walikota, membantu rakyat kota surabaya, agar ilmu sampeyan itu berguna untuk bangsa ini, thanks