Minggu, 26 Oktober 2008

Suap

Belum lama lalu percakapan antara Jaksa Urip dan Artalyta (Ayin) dalam kasus suap BLBI jadi pusat perhatian, bahkan sampai dijadikan ring-tone (nada panggil) HP. Belum lama berselang, muncul lagi kasus wakil rakyat di Senayan terima suap dari pejabat Bank Indonesia. Akibatnya masyarakat kini tak percaya pada pejabat publik dan wakil rakyat. Semua pejabat publik di negeri ini, termasuk Jaksa Agung, mengangkat sumpah sebelum memangku jabatannya. Sumpahnya itu tidak main-main, mereka menyebut nama tuhannya segala. Tapi apa boleh buat. Kebanyakan pejabat publik dalam tempo singkat sudah bisa mengumpulkan harta yang jumlahnya tidak masuk akal jika diukur dari penerimaan komponen gajinya. Termasuk para wakil rakyat. Banyak di antara mereka yang mendadak berstatus OKB alias Orang Kaya Baru---rumah baru, mobil baru lebih dari satu, istri baru bahkan lebih dari dua. “Rasanya baru kemarin saya melihat si anu itu luntang-lantung suka minta rokok sebatang pada kawannya. Kini, setelah dia jadi anggota dewan, gaya sekali. Kawan-kawannya semasa luntang-lantung banyak yang dilupakan. Yang disebut kawan sekarang adalah para pengusaha. Minimal para pemborong proyek. Dulu, jangankan menginjak tempat hiburan malam, melintas di depannya untuk sekadar melirik saja tidak pernah. Sejak menjadi anggota dewan dan kebanjiran uang, kalau ke tempat hiburan malam, sekali booking langsung tiga cewek,” kata seseorang berkomentar tentang kawannya, anggota dewan yang suka mendemontrasikan ‘dendam kemelaratan’, karena sedang bergelimang harta. Isu suap yang membelit wakil rakyat bermental brengsek sudah merebak di seluruh gedung perwakilan rakyat republik ini. Masih segar dalam ingatan tentang kasus suap atau bahasa kerennya gratifikasi yang menimpa anggota dewan di Surabaya, yang saat ini sedang disidik Polda Jatim. Suap itu sering terjadi diupayakan anggota dewan terutama pada saat pemilihan pejabat BUMN/ BUMD atau pada saat pembahasan anggaran eksekutif. Alasan selalu mereka buat-buat seandainya pihak eksekutif tidak mengeluarkan uang sogokan. Disinggung soal anggaran yang tidak berbasis kinerjalah, anggaran yang tidak akuntabilitaslah dan lain sebagainya. Atau saat pengajuan pimpinan BUMN/ BUMD si pejabat anu dalam fit and propetest, lantas dibilang kurang inilah, kurang itulah.... Ada atau tidak ada uang sogokan untuk anggota dewan memang hanya tuhan yang tahu. Tapi tetap saja wakil rakyat brengsek diam-diam suka menghafal teks iklan shampo pencuci rambut dan memplesetkanya dengan ucapan: “Soal suap, siapa takut?”.

Sabtu, 18 Oktober 2008

Muklas Udin Nekat Lawan Arif Affandi

Machievelli dalam teorinya mengatakan “Peraturan dibuat untuk dilanggar”. Ini bisa dikaitkan dengan penataan reklame di Surabaya. Problem reklame di Surabaya seakan tidak ada habisnya. Belum tuntas satu masalah, muncul masalah baru. Meski sudah ada peraturan yang jelas dan tegas, yakni Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame, tetap saja peraturan itu dilanggar oleh pemegang kebijakan.
Surabaya-Suara Publik. Wajah Kota Surabaya sekarang ini makin carut marut. Gara-garanya, ijin penyelenggeraan reklame dilakukan serampangan oleh aparat pemkot Surabaya. Asal target PAD dan target uang siluman tercapai,tak peduli Surabaya mau seperti apa. Berbagai bentuk pelanggaran reklame terus terjadi. Mulai reklame tak berizin, izin kedaluwarsa, ukuran reklame menyalahi perda, reklame dengan satu tiang, sampai praktik alih fungsi secara ilegal. Semua itu seperti sengaja dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan tegas sama sekali. Salah satu reklame bermasalah yang saat ini sedang disorot publik adalah reklame videotron yang berdiri megah di jalan Kedungdoro. Reklame Videotron itu dipasang. Ukurannya 6 x 8 meter. Sesuai aturan, pendirian reklame berukuran lebih dari 8 meter persegi seharusnya diteliti dan diseleksi secara ketat oleh tim Reklame yang dikomandani Asisten II Bidang Pembangunan Muklas Udin. Namun, videotron di Kedungdoro tersebut begitu mudah didirikan. Usut punya usut videotron yang tiang penyangganya didirikan di atas lahan bekas saluran itu dulunya adalah billboard. Oleh si pemilik reklame, izinnya ditingkatkan menjadi videotron. Sebelum izin keluar, videotron tersebut sudah didirikan. Reklame billboard berdiri sebelum videotron mengantongi izin sejak 6 Oktober 2006 dan habis pada 6 Oktober 2008. Meski izin belum habis, terbit izin baru untuk videotron pada 9 Mei 2008.Secara aturan, pemegang izin PT Oxcy Jaya Putra tidak boleh mengalihfungsikan reklame hingga masa berlakunya berakhir. Namun, masa berlaku belum berakhir, muncul surat izin videotron atas nama CV Rajawali Citra Buana (RCB). Pemiliknya Sama Sementara itu, ditempat terpisah sumber Suara Publik salah seorang pengusaha Reklame yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan (17/10).Pemilik PT Oxcy Jaya Putra (oxcy Adv) dan CV Rajawali Citra Buana (RCB) itu sama adalah Budi Santoso yang sering dipanggil Budi Oxcy. Budi Oxcy ini hopingnya Muklas Udin,”ujarnya. Saat pertama kali masalah Videotron disorot oleh media, Budi Oxcy pagi-pagi sekali sudah ada di ruangan Muklas udin untuk minta perlindungan,” tambahnya. "Pengurusannya sudah beres semua proses pengajuan izin pendirian videotron tersebut sudah sesuai jalur. ," ujar Muklas esok harinya. Kondisi ini tentunya menambah jumlah penyimpangan pendirian reklame videotron. Menurut sumber tersebut, bergantinya reklame megatron dari bilboard menjadi videotron berdasarkan Surat Persetujuan Walikota (SPW) dengan nomor 51012/2035/436.5.2/2008 untuk pemasangan megatron ukuran 10x5 meter atas nama CV Rajawali Citra Buana itu ditanda tangani sendiri oleh Muklas Udin bukan oleh Walikota Bambang DH. Dianggarkan melalui PAK Berdirinya Videotron itu dalam perjalananya ditentang oleh Wakil Walikota Arif Affandi. Kepada wartawan, Arif mengungkapkan bahwa pendirian reklame itu melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2006.Karena Pemkot Surabaya berencana akan melakukan pelebaran jalan di Jalan Kedungdoro. Anggarannya diajukan saat pembahasan PAK tahun ini. Selain kejanggalan masalah izin dan prosedur, kejanggalan lain adalah posisi videotron yang didirikan di badan jalan. Selain itu proses pendiriannya sempat menebang pohon di sekitarnya. Padahal, tidak ada satu aturan pun yang membolehkan media iklan didirikan di badan jalan. Itu jelas melanggar. Tapi, mengapa dibiarkan, tak ada tindakan apa pun dari tim reklame? “Muklas Udin itu bejat masak Arif Affandi atasannya sendiri dilawan ,” ujar pengusaha reklame tersebut kepada Suara Publik. Itu sama artinya Mukhlas Udin sudah berani menentang Arif Affandi sebagai Wakil Walikota. Sampai berita ini diturunkan belum ada tindakan kongkrit dari aparat pemkot untuk membongkar Videotron tersebut, walaupun sudah ada rekomendasi Komisi A DPRD Surabaya untuk membongkar. bos

Palsu

Pekan lalu, dunia pendidikan dikejutkan oleh berita tentang kasus dokumen palsu mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Ceritanya, pada tahun ajaran 2006/ 2007, lima orang mahasiswa (empat di antaranya cewek) menggunakan dokumen palsu untuk transfer masuk Fakultas Kedokteran Undip. Dokumen palsu ini digunakan sebagai bukti bahwa mereka adalah pindahan dari sejumlah universitas atau sebagai bukti bahwa mereka pernah kuliah di universitas lain. Dengan dokumen palsu tersebut mereka berhasil masuk sebagai calon dokter di FK Undip dan langsung duduk di bangku kuliah semester lima. Kasus ini terbongkar sendiri oleh pihak internal Undip yang menemukan sejumlah kejanggalan di dokumen para mahasiswanya. Pada salah satu dokumen, misalnya, tertulis pekerjaan orangtua mahasiswa adalah polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) dengan Golongan III. Padahal polisi berpangkat Aiptu seharusnya setara Golongan II. Lima mahasiswa FK Undip pembawa dokumen palsu itu, masing-masing berinisial AMW, warga Jombang, yang menggunakan dokumen palsu dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, JM, warga Sungai Buloh, Selangor, Malaysia, yang mengaku pindahan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, AR, warga Jalan Karimata, Jember, yang menggunakan dokumen palsu UI Jakarta, EI, warga Geger, Bangkalan, Madura, dan HM, warga Gresik, yang memakai dokumen palsu Universitas Padjadjaran, beserta pembuatnya, M. Ali Yahya, kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Reskrim Polda Jateng. Pihak Undip melansir instansinya telah kecolongan karena kelima mahasiswa tersebut memanfaatkan kesibukan petugas dengan mendaftar berbarengan dengan masa penerimaan pendaftaran mahasiswa baru. Adapun dokumen yang dipalsukan meliputi transkip nilai sementara, surat persetujuan pindah studi dari masing-masing dekan fakultas kedokteran, surat keterangan orangtua siswa, ijazah SMA, dan tanda tangan masing-masing wakil dekan. Kelima mahasiswa tersebut mengaku masing-masing telah mengeluarkan kocek antara Rp. 100 hingga 500 juta untuk pembuatan dokumen palsu ini Kecurigaan terhadap dokumen palsu ini berawal dari keganjilan data-data JM yang menyatakan sebelumnya pernah kuliah di Unair. Setelah nama dan nomor induk mahasiswanya dicocokkan ke Unair, ternyata dia dinyatakan tidak pernah terdaftar di sana. Kelima mahasiswa tersebut belakangan diketahui hanyalah lulusan SMA. Selain berhasil membongkar tentang status kemahasiswaan palsu, dalam waktu yang bersamaan pihak Undip juga mengungkap dua mahasiswanya yang telah lulus namun gagal lulus ujian untuk membuka praktek kedokteran dan lantas memalsukan dokumennya agar kemudian bisa membuka praktek. Kedua mahasiswa yang dimaksud ini dengan dokumen kelulusan praktek palsunya itu telah bertugas di sebuah rumah sakit swasta di Kota Semarang dan Purbalingga. Entah kisah keberhasilan menguak dokumen palsu dari dunia pendidikan yang satu ini merupakan berita menggembirakan atau menyedihkan. Yang jelas cukup melegakan, mengingat semua orang sangat membutuhkan dokter yang asli ketika sakit. Semoga saja masyarakat bisa mengambil hikmah dari fenomena dokumen palsu yang terjadi di FK Undip ini. Selanjutnya, untuk kepentingan berbagai hal, pilih produk yang asli sajalah…

Kamis, 16 Oktober 2008

Penderitaan Sapi

Inilah gambaran penderitaan tak terperi dari sapi-sapi karapan, salah satu tradisi masyarakat di Pulau Madura, Jawa Timur.Sapi-sapi itu berpacu dalam kesakitan, dan pantatnya berdarah. Cairan merah itu meleleh akibat garukan paku sang joki yang ditancapkan pada gagang kayu seperti parut.Tidak hanya itu. Mata, pantat yang luka, dan sekitar lubang anus si sapi diolesi cuka, sambal, dan balsem.Pada kondisi seperti itu, tidak jelas apakah setiap pasangan sapi karapan, --orang Madura menyebut kerapan atau kerabhan--, berlari karena kekuatan ototnya atau karena ingin lepas dari rasa sakit.Pada suatu kali, setiap pasang sapi akan diadu beberapa kali. Artinya, sapi-sapi tersebut akan mendapatkan perlakuan menyakitkan berulang-ulang.Selain paku yang ditancapkan pada tongkat sepanjang sekitar 15 sentimeter itu, bagian dalam ekor sapi diikat dengan kayu yang juga berpaku.Saat berlari, ekor yang dipasangi kayu berpaku itu naik turun dan menusuk kulit sekitar dubur sapi. Tidak seperti manusia, si sapi tentu saja tidak cukup akal untuk mendiamkan ekornya saat berlari.Ada lagi yang berbeda. Ada ekor sapi yang tak berpaku, namun kondisinya tak kalah menyakitkan. Ekor sapi itu terlihat diikat karet yang sangat ketat. Akibat aliran darah tidak berjalan, dipastikan menimbulkan rasa sakit.Sapi-sapi itu terlihat meronta, menghentak-hentakkan kaki dan mengeluarkan dengusan nafas berulang-ulang. Tidak heran jika setiap pasangan sapi karapan harus dipegang oleh banyak orang agar tidak lari sembarangan.Manusia penggemar karapan itu agaknya tanpa beban memperlakukan sapi untuk satu tujuan, menang. Mereka juga mudah bertindak untuk menyembuhkan bekas luka pada sapi, meskipun hal tersebut menimbulkan rasa sakit baru.Luka pada pantat sapi itu ditetesi spiritus, zat cair yang mengandung alkohol dan mudah menguap. Ada juga yang ditetesi air panas campur garam. Dengan cairan itu luka-luka diyakini bisa cepat kering dan sembuh.Ada suasana kontras pada pesta tradisi itu. Sapi-sapi tersiksa, sementara manusia "berpesta".SronenMasyarakat yang memadati arena karapan menikmati tetabuhan "sronen".Sronen atau saronen adalah musik yang mengandalkan semacam trompet, kendang, kenong, dan gong.Para pemain musik itu menggunakan busana hitam-hitam, pakaian khas Madura, dengan kaos lorek merah putih terlihat karena baju luar dibiarkan tidak menggunakan kancing.Untuk sronen ini, pemilik sapi karapan menganggapnya sesuatu yang harus ada. Menurut mereka, kalau karapan tanpa sronen, sama dengan selamatan kematian.Pesta dalam bentuk lain juga terlihat dari orang-orang yang sibuk bertukar uang taruhan. Pesta, kesakitan sapi, dan judi, telah melebur dalam tradisi itu.Gambaran mengenai tradisi karapan sapi seperti di atas masih lestari hingga saat ini.Bahkan, untuk karapan Piala Presiden yang tahun ini akan digelar 25-26 Oktober 2008 di Stadion Sunarto Hadiwijyo, Pamekasan, tampaknya masih akan melanjutkan tradisi penyiksaan tersebut.Karapan sapi yang oleh masyarakat dan pemerintah di Madura sejak lama ingin dijual menjadi andalan pariwisata menghasilkan itu memang jauh dari sportivitas dan profesionalitas lomba.Kalau dalam olahraga manusia begitu ketat masalah doping, panitia karapan justru masih membiarkan pemilik sapi berlomba-lomba menggunakan berbagai cara.Dari catatan pemangku budaya di Madura, tradisi karapan yang mengabaikan peri-kehewanan itu sebetulnya merupakan penyimpangan dari budaya aslinya.Diduga kekerasan itu terjadi sejak masuknya pemilik modal dalam karapan sapi.Karapan sapi yang tadinya digelar secara santai untuk hiburan setelah petani memanen hasil sawah, berubah menjadi sesuatu yang menegangkan.Akibat logika seperti itulah diduga para pemilik karapan mencari berbagai muslihat agar sapinya menang. Maka muncullah "penyelewengan" dari semangat awal karapan sapi.Ketua Yayasan Pakem Madduh, Pamekasan, Madura, H. Kutwa, mengakui adanya penyimpangan dari karapan itu. Karenanya ia berharap, agar karapan sapi dikembalikan ke tradisi asal yang tidak dipenuhi dengan kekerasan."Saya juga tidak terima kalau karapan sapi itu ada unsur kekerasan pada hewan. Padahal waktu saya masih kecil, tidak ada karapan memakai paku," katanya.Pembantu Rektor I Universitas Madura (Unira), Pamekasan itu, mengemukakan bahwa munculnya penyiksaan pada sapi itu sekitar tahun 1980-an. Diperkirakan, penggunaan paku dan kekerasan lainnya karena semakin kerasnya kompetisi."Maka cara-cara yang digunakan juga melebihi batas kompetisi seperti itu. Karena itu, alangkah baiknya jika tradisi karapan sapi dikembalikan ke asalnya yang hanya mengadu kekuatan otot sapi," katanya.Menurut dia, tradisi karapan sapi di Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep yang menjadi asal muasal karapan sapi, hingga kini masih menggunakan cara lama, yakni mengandalkan kekuatan otot.Untuk itu, pemilik sapi kerapan di Sapudi melatih sapinya di daerah berpasir.Dinas Peternakan atau instansi terkait yang membidangi penyelenggaraan karapan sapi itu, katanya, harus memikirkan masalah tersebut, misalnya, dengan mengeluarkan aturan agar tidak boleh ada kekerasan.Sementara dosen Jurusan Peternakan Unira, Ir. Malika Umar, MSi juga menyatakan, tidak setuju dengan adanya kekerasan pada sapi karapan. Karena itu, harus diatur agar masalah itu tidak terus menerus menjadi tradisi baru."Praktek seperti itu kan menyalahi 'animal welfare' atau kesejahteraan satwa. Karena itu dinas terkait harus memperhatikan juga. Misalnya, Dinas Peternakan mengadakan dialog dan penyuluhan kepada para pemilik sapi kerapan," katanya.Ia mengemukakan, memang tidak mudah mengajak masyarakat di Madura untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu yang sudah lama berjalan. Namun demikian, jika hal itu dilakukan secara intensif dan benar, maka lambat laun, pemilik sapi ksrapan akan memahami."Contohnya, dulu zaman saya kuliah, pemilik sapi karapan memberikan telur sampai 500 butir untuk sekali jamu pada sapi. Tapi setelah diberi penyuluhan dan penyadaran bahwa telur sebanyak itu tidak ada artinya, mereka ikut berubah," kata alumni Undip Semarang itu.Peneliti pada Pusat Penelitian Madura dan Jawa Universitas Jember (Unej), Sutjitro mengemukakan bahwa pada umumnya kiai di Madura tidak keberatan dengan tradisi karapan."Namun mereka tidak setuju dengan cara penyiksaan karena menyiksa binatang itu dosa. Demikian juga dengan judi atau taruhan yang dianggap haram," katanya.Sejumlah pemilik sapi karapan di Kabupaten Pamekasan sebetulnya setuju jika tradisi itu tidak lagi menggunakan kekerasan.Salam, pemilik sapi "Se Anak Manja", Saleh, pemilik "Se Tossa" dan P. Elma, pemilik "Se Abantal Ombak Asapok Angin" menyatakan, mereka tidak keberatan jika kekerasan itu dihapuskan."Tapi harus semua tidak menggunakan paku dan kekerasan lainnya. Kalau tidak tegas, satunya menggunakan, satunya tidak, maka itu tidak bisa, karena yang tidak pakai paku pasti dirugikan," kata P. Elma, warga Murtajih, Kecamatan Pademawu.Menurut Salam yang juga PNS di Kelurahan Baru Rambat Timur, Pamekasan, sebetulnya tidak semua sapi cocok menggunakan kekerasan. Ada juga sapi yang justru tidak mau lari jika disakiti."Karena itu saya setuju jika ada aturan karapan sapi tidak membolehkan menggunakan paku," katanya.Saleh menambahkan, sebetulnya sejarah awal karapan sapi memang tidak menggunakan paku, melainkan menggunakan bunyi-bunyian dari bambu. Namun hal itu berubah dengan menggunakan duri yang digarukkan ke pantat."Lama-lama menggunakan paku sehingga memang menyakiti sapi. Tapi mau bagaimana lagi kalau semua memang menggunakan paku. Kalau tidak, sapinya bisa kalah beradu lari," katanya.Meskipun pemilik sapi tidak keberatan dengan larangan menggunakan kekerasan, tampaknya masih sulit mengembalikan karapan ke tradisi aslinya.Pemerintah sebagai penyelenggara, yakni Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Madura yang memiliki otoritas mengenai hitam putihnya tradisi itu tampak belum ada keinginan untuk berubah.Kepala Bakorwil Madura, Makmun Dasuki mengatakan, kekerasan dalam karapan dianggapnya tidak membahayakan, karena dengan olesan ramuan tertentu lukanya cepat sembuh."Jadi sulit menghilangkan penggunaan paku seperti itu, karena sudah menjadi tradisi. Penggunaan paku itu mulai tahun 1980-an, sedangkan sebelumnya tidak ada," kata Pembina Umum Panitia Karapan Sapi Piala Presiden 2008 itu.Ia membandingkan tradisi matador di Spanyol yang justru lebih membahayakan karena melibatkan manusia dan banteng. Padahal, ada perbedaan mendasar dari tradisi yang sama-sama menampilkan kekerasan itu.Pada matador, manusia yang menghadapi bahaya berada pada posisi berdaya karena hal itu adalah pilihan. Sementara sapi pada tradisi karapan berada pada kondisi tidak punya pilihan atau terzalimi.Makmun hanya menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan untuk menghilangkan tradisi kekerasan semacam itu di masa mendatang. Keterangan Foto: Pantat sapi yang terluka sedang ditetesi spiritus. (Antara Foto : via Antara Saiful Bahri)

Rabu, 15 Oktober 2008

Iki lho Gubernure rek!

Dalam waktu dekat jatim akan melaksanakan Pilgub putaran kedua. Pilgub putaran ke dua yang berlangsung di Jatim boleh jadi akan berjalan melelahkan bagi siapa saja yang ikut bertarung, sebab calon yang maju memiliki kemampuan dan kapasitas yang relatif berimbang. lantas siapa yang akan menjadi Gubernur Jawa Timur periode 2008-2013 ?Berdasar penghitungan manual yang dilakukan KPUD Jatim, diperoleh data bahwa Karsa menempati ranking pertama dengan perolehan 4.498.332 suara atau 26,43 persen. Disusul Kaji dengan 4.223.089 suara atau 24,82 persen. Maka mereka berhak maju di putaran kedua pilgub jatim. Agar tidak salah pilih tentunya pemilih harus jeli dan cermat. Kalau bingung, golput bisa jadi alternatif. Besok, 4 nopember 2008 , warga Jatim akan memilih . Berikut ini gambaran singkat para kandidat Gubernur Jatim 2008. Kaji Kapasitas Khofifah Indarparawansa sebetulnya cukup layak jadi Gubernur Jatim. Beberapa jabatan penting pernah ia pegang seperti Wakil Ketua DPR, Menteri pada era Presiden Abdurrahman Wahid, dan sejak tahun 1992 aktif di DPR RI. Selain itu ia juga cukup menonjol di NU. Dia adalah Ketua Muslimat NU. Andaikata ia diusung PKB, sebagai partai terbesar di Jatim, boleh dikata Pilkada sudah jadi miliknya. Namun pengalamannya berpolitik maupun berorganisasi selama di tingkat pusat membuat pencalonannya sebagai Calon Gubernur dipandang turun kasta. Politisi yang turun kasta itu biasanya karena pesanan pihak tertentu atau ia sedang kehilangan orbitnya di Pusat. Selain itu ia terlalu lama di Jakarta, sehingga penguasaan medan akan Jawa Timur diragukan. Apalagi pasangannya, Mujiono, buta akan peta Jawa Timur. Maklum kurang lebih 30 tahun karier militiernya dihabiskan di luar Jawa Timur. Bahkan dia tidak lahir di Jawa Timur. Banyak tudingan majunya pasangan Kaji adalah pesanan pihak tertentu. Khofifah sejak terjadi kasus Lapindo di Porong Sidoarjo pindah komisi di DPR RI dari komisi VI ke Komisi VII ( Patner Departemen Energi Sumber Daya Mineral). Yang mana dalam 2 tahun terakhir masalah Lapindo sering dirapatkan dan tidak mampu memberikan manfaat bagi Jatim. Selain itu Jatim adalah daerah cadangan minyak terbesar kedua setelah Riau. Karsa Tiga tahun yang lalu, ketika nama Pakde Karwo mulai dimunculkan, maka semua orang menganggap Soekarwo yang menjabat Sekdaprov akan memperebutkan jabatan Gubernur. Sewaktu PDI-P membuka pendaftaran pencalonan ia mendaftar dan didukung cukup banyak DPC. Sewaktu PDI-P lebih memilih kadernya, Demokrat yang tidak memiliki kader yang pantas maju, megusungnya sebagai calon. Soekarwo memilih untuk berdampingan dengan Saifullah Yusuf, Ketua Umum GP Ansor Pusat, organisasi underbow warga NU. Pernah jadi menteri yang bisa menjadi modal yang sangat berharga, membuat.peluang pasangan ini cukup besar. Namun Track Recordnya Gus Ipul yang suka loncat sana, loncat sini bisa jadi bumerang. Tercatat dia pernah duduk di kepengurusan tiga partai besar, yaitu PDI-P, PKB, PPP. Itu membuatnya jadi tokoh paling kontroversial dalam jagat politk indonesia. Demikian mudah-mudahan paparan singkat di atas bisa menjadi referensi sebelum memilih Gubernur Jatim periode 2008-20013. Selamat memilih.

Selasa, 14 Oktober 2008

Panik

Banyak media menampilkan foto seperti di atas akhir-akhir ini. “Sebenarnya mereka (yg difoto itu) tuh aktor atau hatinya memang sedang gundah?,” tulis seorang pelaku pasar di situs weblog-nya menghibur diri. “Biasanya, kalo kecewa, (para pelaku pasar itu) cuma bengong aja. Mungkin mereka tau, di Bursa Efek sekarang banyak wartawannya. Jadi nampang dikit gitu deh,” timpal blogger lainnya mengomentari. Memang, beberapa hari belakangan, permasalahan krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat telah memakan korban hampir di seluruh belahan dunia. Bursa saham di hampir seluruh bagian dunia goncang, termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah pada akhir pekan lalu turun drastis, menunjukkan level yang sangat buruk. Pada perdagangan Jumat (10/10), misalnya, Rupiah ditutup anjlok dalam 270 poin ke posisi 9.860 per dolar AS setelah pada perdagangan sebelumnya ditutup di level 9.590 per dolar AS. Rupiah pada perdagangan hari ini hampir (atau sudah?) menembus angka 10.000 per dolar AS. Anjloknya rupiah ini terdorong oleh kepanikan pelaku pasar yang kemudian segera memburu dolar AS setelah Bursa Efek Indonesia (BEI) melanjutkan suspensi perdagangan sejak akhir pekan lalu. Aksi buru dolar ini tak lain dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap krisis finansial di pasar global. Akibatnya rupiah diperdagangkan di level terendahnya. Dalam transaksi antar bank, rupiah diperjualbelikan di kisaran hingga 10.300 per dolar AS. Bahkan posisi rupiah yang diperdagangkan di pasar Hongkong sempat terpantau menyentuh level 10.800. Tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan krisis global seperti ini akan terjadi. Sebagian pakar menyatakan bahwa fenomena finansial seperti ini baru sekadar gerimis di awal badai. Lantas bagaimana jadinya jika badai tersebut benar-benar telah datang. Kita hanya bisa berharap bahwa badai yang dimaksud hanyalah pasang-surut biasa, bukan tsunami yang luar biasa hebatnya itu. Sekadar catatan, terakhir kali mata uang Indonesia berada di level 10.000 per dolar AS pada 2005 silam. Saat ini, pemerintah masih mengevaluasi perkembangan bursa saham regional dan internasional sebelum memutuskan kembali perdagangan saham di BEI. Sedangkan BI masih membiarkan rupiah diserahkan kepada pasar sehingga mata uang Indonesia terus terpuruk. Namun demikian, sebagian besar pelaku pasar optimistis BI akan tetap menjaga tidak melepas rupiah begitu saja. Mereka percaya pada saat tertentu BI akan melakukan intervensi untuk mengurangi tekanan pasar yang cukup besar. Percayalah BI masih ada dan terus berupaya meminimalkan dampaknya. Sementara kita hanya bisa berdoa agar krisis moneter seperti yang pernah terjadi 10 tahun yang lalu tidak akan terulang. Mudah-mudahan pasar tidak terlalu panik. Masyarakat juga jangan panik.(bidot suhariyadi/foto AFP-via yahoo)