Selasa, 14 Oktober 2008

Panik

Banyak media menampilkan foto seperti di atas akhir-akhir ini. “Sebenarnya mereka (yg difoto itu) tuh aktor atau hatinya memang sedang gundah?,” tulis seorang pelaku pasar di situs weblog-nya menghibur diri. “Biasanya, kalo kecewa, (para pelaku pasar itu) cuma bengong aja. Mungkin mereka tau, di Bursa Efek sekarang banyak wartawannya. Jadi nampang dikit gitu deh,” timpal blogger lainnya mengomentari. Memang, beberapa hari belakangan, permasalahan krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat telah memakan korban hampir di seluruh belahan dunia. Bursa saham di hampir seluruh bagian dunia goncang, termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah pada akhir pekan lalu turun drastis, menunjukkan level yang sangat buruk. Pada perdagangan Jumat (10/10), misalnya, Rupiah ditutup anjlok dalam 270 poin ke posisi 9.860 per dolar AS setelah pada perdagangan sebelumnya ditutup di level 9.590 per dolar AS. Rupiah pada perdagangan hari ini hampir (atau sudah?) menembus angka 10.000 per dolar AS. Anjloknya rupiah ini terdorong oleh kepanikan pelaku pasar yang kemudian segera memburu dolar AS setelah Bursa Efek Indonesia (BEI) melanjutkan suspensi perdagangan sejak akhir pekan lalu. Aksi buru dolar ini tak lain dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap krisis finansial di pasar global. Akibatnya rupiah diperdagangkan di level terendahnya. Dalam transaksi antar bank, rupiah diperjualbelikan di kisaran hingga 10.300 per dolar AS. Bahkan posisi rupiah yang diperdagangkan di pasar Hongkong sempat terpantau menyentuh level 10.800. Tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan krisis global seperti ini akan terjadi. Sebagian pakar menyatakan bahwa fenomena finansial seperti ini baru sekadar gerimis di awal badai. Lantas bagaimana jadinya jika badai tersebut benar-benar telah datang. Kita hanya bisa berharap bahwa badai yang dimaksud hanyalah pasang-surut biasa, bukan tsunami yang luar biasa hebatnya itu. Sekadar catatan, terakhir kali mata uang Indonesia berada di level 10.000 per dolar AS pada 2005 silam. Saat ini, pemerintah masih mengevaluasi perkembangan bursa saham regional dan internasional sebelum memutuskan kembali perdagangan saham di BEI. Sedangkan BI masih membiarkan rupiah diserahkan kepada pasar sehingga mata uang Indonesia terus terpuruk. Namun demikian, sebagian besar pelaku pasar optimistis BI akan tetap menjaga tidak melepas rupiah begitu saja. Mereka percaya pada saat tertentu BI akan melakukan intervensi untuk mengurangi tekanan pasar yang cukup besar. Percayalah BI masih ada dan terus berupaya meminimalkan dampaknya. Sementara kita hanya bisa berdoa agar krisis moneter seperti yang pernah terjadi 10 tahun yang lalu tidak akan terulang. Mudah-mudahan pasar tidak terlalu panik. Masyarakat juga jangan panik.(bidot suhariyadi/foto AFP-via yahoo)

Tidak ada komentar: